Home » » Quo Vadis Sertifikasi Guru

Quo Vadis Sertifikasi Guru

Written By Amin Herwansyah on Rabu, 21 Januari 2015 | 21.03


Pekan ini di dunia para guru lagi “gaduh” dengan masalah sertifikasi. “Ketidakadilan” yang dirasakan para guru terus menggema dan terjadi beragam diskusi. Kelemahan administrasi negera dalam meregulasi sertifikasi dan kedisiplinan para guru dalam memenuhi administrasi masih menjadi salah satu asbabnya. Petugas dinas pendidikan, tata usaha satuan pendidikan dan para guru belum “seirama” dalam memahami administrasi sertifikasi ini. Ketidakseiramaan ini menjadi peluang BPKP untuk mendalaminya dan menindaklanjutinya.

Info pengembalian atau hilangnya uang sertifikasi karena sakit beberapa hari, karena menjalankan ibadah (umroh dan haji), karena menjalankan tugas negara seperti jadi intruktur nasional (IN) bahkan karena kegiatan peningkatan kompetensi lainnya. Aturan sertifikasi bagi para guru dirasakan masih ambigu dan dianggap para guru sangat tidak adil.

Pencairan yang berbeda waktu di setiap daerah kota/kabupaten menimbulkan kereshan kolektif para guru. Bahkan, realitas yang lebih menarik adalah ketika penulis mendapat pengaduan dari rekan-rekan guru PAI yang ada dilingkungan dinas pendidikan merasa dianaktirikan oleh Kemenag alasannya adalah karena guru-guru agama dari kemenag sudah cair duluan. Ini sebuah kegaduhan kolektif yang melebar pada rasa diskriminasi.

Dinas yang menangani kepentingan publik aparatur pendidik bidang pencairan sertifikasi tidaklah mudah, birokrasi yang ngejelimet dan iklim sertifikasi setengah hati dari pemerintah menambah runyam. Padahal bila kita menengok di negeri lain, sebut saja Finlandia. Di Finlandia pasangan guru yang punya anak (bayi) di berikan cuti selama 3 tahun. Suami istri tidak boleh bekerja selain membesarkan anaknya dan tetap dibayar oleh negara. Penghargaan yang tinggi terhadap kesejahteraan para guru di negera-negara lain sebagai faktor penting tumbuhnya negara mereka sebagai negara yang maju.

Bila di negara kita pelayanan pada gurunya_khususnya sertifikasi_ masih maju mundur, tarik ulur maka realitas pendidikanpun bisa maju mundur atau mundur perlahan. Quo Vadis (akan kemana) sebenarnya arah keinginan pemerintah ini. Mau mensejahterakan guru atau menebar kegelisahan pada para guru? Jangan main-main dengan para guru karena mereka setiap hari bersentuhan dengan para pewaris masa depan bangsa yakni peserta didik. Bila gurunya tidak stabil karena gonjang-ganjing sertifikasi maka pelayanan pada peserta didikpun akan instabil. Ini sangat berbahaya.

Negeri Israel, Belanda, Ingris, Prancis, Jepang dan Spanyol termasuk negeri yang memperlakukan guru sangat baik, padahal dalam memori kolektif psikologis bangsa Indonesia negara-negara tadi adalah negara kolonialis. Mereka mampu menjajah bangsa lain dan mampu menjadi negara kuat mungkin karena memperhatikan kesejahteraan para gurunya. Guru yang hebat dan sejahtera akan melahirkan generasi yang kuat dan hebat bahkan mampu “menjajah” bangsa lain.


Bila realitas di negara kita terus terjajah dalam ekonomi, budaya dan politik mungkin juga karena guru-guru di negeri kita masih “terjajah” secara birokrasi. Kurikulum yang poligamis (mendua), politisasi para guru di daerah, menteri pendidikan tidak pernah dari dari guru, sertifikasi setengah hati, macetnya kenaikan pangkat guru, polemik periodisasi kepala sekolah, masalah pemetaan dan pemerataan guru, rekruitmen guru dll. Ini menjadi permasalahan yang belum kunjung selesai. Kalaupun banyak hal yang belum selesai minimal satu permasalahan segera selesaikan yakni sertifikasi. Quo vadis sertifikasi guru? Tektek bengek (bahasa Jerman) berbagai hal berkenaan dengan sertifikasi segera selesaikan. DNK.

(Ketua PGRI Kota Sukabumi)
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Ketua PGRI Kota Sukabumi

Ketua PGRI Kota Sukabumi



 
Support : Matematika SMA | PGRI Citamiang | Catatan
Copyright © 2013. PGRI Kota Sukabumi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger